Mengapa pengerjaan logging dilakukan ?


Logging adalah teknik untuk mengambil data-data dari formasi dan lubang sumur dengan menggunakan instrumen khusus. Pekerjaan yang dapat dilakukan meliputi pengukuran data-data properti elektrikal (resistivitas dan konduktivitas pada berbagai frekuensi), data nuklir secara aktif dan pasif, ukuran lubang sumur, pengambilan sampel fluida formasi, pengukuran tekanan formasi, pengambilan material formasi (coring) dari dinding sumur, dsb.

Logging tool (peralatan utama logging, berbentuk pipa pejal berisi alat pengirim dan sensor penerima sinyal) diturunkan ke dalam sumur melalui tali baja berisi kabel listrik ke kedalaman yang diinginkan. Biasanya pengukuran dilakukan pada saat logging tool ini ditarik ke atas. Logging tool akan mengirim sesuatu “sinyal” (gelombang suara, arus listrik, tegangan listrik, medan magnet, partikel nuklir, dsb.) ke dalam formasi lewat dinding sumur. Sinyal tersebut akan dipantulkan oleh berbagai macam material di dalam formasi dan juga material dinding sumur. Pantulan sinyal kemudian ditangkap oleh sensor penerima di dalam logging tool lalu dikonversi menjadi data digital dan ditransmisikan lewat kabel logging ke unit di permukaan. Sinyal digital tersebut lalu diolah oleh seperangkat komputer menjadi berbagai macam grafik dan tabulasi data yang diprint pada continuos paper yang dinamakan log.
Kemudian log tersebut akan diintepretasikan dan dievaluasi oleh geologis dan ahli geofisika. Hasilnya sangat penting untuk pengambilan keputusan baik pada saat pemboran ataupun untuk tahap produksi nanti.
Logging-While-Drilling (LWD) adalah pengerjaan logging yang dilakukan bersamaan pada saat membor. Alatnya dipasang di dekat mata bor. Data dikirimkan melalui pulsa tekanan lewat lumpur pemboran ke sensor di permukaan. Setelah diolah lewat serangkaian komputer, hasilnya juga berupa grafik log di atas kertas. LWD berguna untuk memberi informasi formasi (resistivitas, porositas, sonic dan gammaray) sedini mungkin pada saat pemboran.
Mud logging adalah pekerjaan mengumpulkan, menganalisis dan merekam semua informasi dari partikel solid, cairan dan gas yang terbawa ke permukaan oleh lumpur pada saat pemboran. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui berbagai parameter pemboran dan formasi sumur yang sedang dibor.

Mengapa sumur harus disemen ?
Penyemenan sumur digolongkan menjadi dua bagian :
Pertama, primary cementing, yaitu penyemenan pada saat sumur sedang dibuat. Sebelum penyemenan ini dilakukan, casing dipasang dulu sepanjang lubang sumur. Campuran semen (semen + air + aditif) dipompakan ke dalam annulus (ruang/celah antara dua tubular yang berbeda ukuran, bisa casing
dengan lubang sumur, bisa casing dengan casing). Fungsi utamanya untuk pengisolasian berbagai macam lapisan formasi sepanjang sumur agar tidak saling berkomunikasi. Fungsi lainnya menahan beban aksial casing dengan casing berikutnya, menyokong casing dan menyokong lubang sumur (borehole).

Kedua, remedial cementing, yaitu penyemenan pada saat sumurnya sudah jadi. Tujuannya bermacammacam, bisa untuk mereparasi primary cementing yang kurang sempurna, bisa untuk menutup berbagai macam lubang di dinding sumur yang tidak dikehendaki (misalnya lubang perforasi yang akan disumbat, kebocoran di casing, dsb.), dapat juga untuk menyumbat lubang sumur seluruhnya. Semen yang digunakan adalah semen jenis Portland biasa. Dengan mencampurkannya dengan air, jadilah bubur semen (cement slurry). Ditambah dengan berbagai macam aditif, properti semen dapat divariasikan dan dikontrol sesuai yang dikehendaki.

Semen, air dan bahan aditif dicampur di permukaan dengan memakai peralatan khusus. Sesudah menjadi bubur semen, lalu dipompakan ke dalam sumur melewati casing. Kemudian bubur semen ini didorong dengan cara memompakan fluida lainnya, seringnya lumpur atau air, terus sampai ke dasar sumur, keluar dari ujung casing masuk lewat annulus untuk naik kembali ke permukaan. Diharapkan seluruh atau sebagian dari annulus ini akan terisi oleh bubur semen. Setelah beberapa waktu dan semen sudah mengeras, pemboran bagian sumur yang lebih dalam dapat dilanjutkan.

Untuk apa directional drilling dilakukan ?
Secara konvensional sumur dibor berbentuk lurus mendekati arah vertikal. Directional drilling (pemboran berarah) adalah pemboran sumur dimana lubang sumur tidak lurus vertikal, melainkan terarah untuk mencapai target yang diinginkan.

Tujuannya dapat bermacam-macam :

  1. Sidetracking : jika ada rintangan di depan lubang sumur yang akan dibor, maka lubang sumu dapat dielakkan atau dibelokan untuk menghindari rintangan tersebut.
  2. Jikalau reservoir yang diinginkan terletak tepat di bawah suatu daerah yang tidak mungkin dilakukan pemboran, misalnya kota, pemukiman penduduk, suaka alam atau suatu tempat yang lingkungannya sangat sensitif. Sumur dapat mulai digali dari tempat lain dan diarahkan menuju reservoir yang bersangkutan.
  3. Untuk menghindari salt-dome (formasi garam yang secara kontinyu terus bergerak) yang dapat merusak lubang sumur. Sering hidrokarbon ditemui dibawah atau di sekitar salt-dome. Pemboran berarah dilakukan untuk dapat mencapai reservoir tersebut dan menghindari salt-dome.
  4. Untuk menghindari fault (patahan geologis).
  5. Untuk membuat cabang beberapa sumur dari satu lubung sumur saja di permukaan.
  6. Untuk mengakses reservoir yang terletak di bawah laut tetapi rignya terletak didarat sehingga dapat lebih murah.
  7. Umumnya di offshore, beberapa sumur dapat dibor dari satu platform yang sama sehingga lebih mudah, cepat dan lebih murah.
  8. Untuk relief well ke sumur yang sedang tak terkontrol (blow-out).
  9. Untuk membuat sumur horizontal dengan tujuan menaikkan produksi hidrokarbon.
  10. Extended reach : sumur yg mempunyai bagian horizontal yang panjangnya lebih dari 5000m.
  11. Sumur multilateral : satu lubang sumur di permukaan tetapi mempunyai beberapa cabang secara lateral di bawah, untuk dapat mengakses beberapa formasi hidrokarbon yang terpisah.

Pemboran berarah dapat dikerjakan dengan peralatan membor konvensional, dimana pipa bor diputar dari permukaan untuk memutar mata bor di bawah. Kelemahannya, sudut yang dapat dibentuk sangat terbatas. Pemboran berarah sekarang lebih umum dilakukan dengan memakai motor berpenggerak lumpur (mud motor) yang akan memutar mata bor dan dipasang di ujung pipa pemboran. Seluruh pipa pemboran dari permukaan tidak perlu diputar, pipa pemboran lebih dapat “dilengkungkan” sehingga lubang sumur dapat lebih fleksibel untuk diarahkan.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

DONGKRAK PRODUKSI MINYAK LEWAT EOR PROJECT

Jakarta, Tuesday, January 13 2009 (09:34)
Pengelolaan Wilayah Kerja (WK) Pertamina sektor hulu di dalam negeri diserahkan kepada salah satu anak perusahaannya, yaitu Pertamina EP (PEP). Eks WK Pertamina ini cukup luas, 140.000 km2 yang terdiri atas 214 lapangan di mana 80 persennya merupakan lapangan tua (mature field atau brown field). Tingkat penurunan produksi alamiah atau decline-nya rata-rata 5-15 persen per tahun. PEP saat ini sedang mempersiapkan program Enhanced Oil Recovery (EOR). Seberapa jauh kebutuhan program EOR bagi pengelolaan lapangan tua?

Ketika Pertamina secara korporat manargetkan tingkat produksi minyak pada tahun 2014 sebesar 225 ribu barel per hari (sekarang 150 ribu barel per hari), upaya menaikkan produksi dilakukan PEP, Pertamina Hulu Energi (PHE), PEP Randugunting, dan PEP Cepu. Selain anak perusahaan operasional sektor hulu juga ada binis panasbumi, yaitu Pertamina Geothermal Energy dan anak perusahaan bisnis gas, Pertamina Gas (lihat Boks: Skuadron Anak Perusahaan Hulu).


ARTI PENTING "EOR"
Salah satu metode dari EOR itu adalah menginjeksikan air (water flooding) ke dalam pori-pori reservoir di bawah permukaan agar produksi naik atau persentase decline-nya tidak terlalu cepat. Itulah langkah PEP melalui EOR Project.

Memahami EOR dan arti pentingnya, akan sulit kalau tidak memahami terlebih dulu periode-periode produksi. Coba, deh, kita buka penjelasan dari Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Kuswo Wahyono dalam Buku Pintar Migas Indonesia. Menurutnya metode optimal untuk produksi minyak dan gas adalah melalui:
  1. Secara alamiah (natural), dengan tenaga dari reservoir itu sendiri;
  2. Secara buatan (artificial lift), misalnya dengan pompa ataupun gas lift;
  3. Dengan penambahan energi dari luar, yaitu injeksi air atau gas, dengan menggunakan metode penyerapan tahap lanjut (Enhanced Oil Recovery). Misalnya injeksi panas, kimiawi, CO2, dan sebagainya.
EOR juga ada yang mengartikan sebagai produksi tahap lanjut. Sedangkan menurut Kuswo Wahyono EOR dilakukan untuk tertiary. Dan tahap secondary recovery adalah untuk menjaga kestabilan dan atau menambah tenaga reservoir secara langsung, yaitu dengan menginjeksikan air atau gas pada suatu sumur, untuk kemudian memproduksikannya dari sumur lainnya.

Kondisi lapangan yang dikelola PEP, seperti diungkapkan para pembicara pada Workshop EOR 2008 Pertamina EP, 19 November 2008 lalu di Hotel The Ritz Carlton, Jakarta, sudah berada pada akhir primary recovery. "Sebagian besar reservoir pada lapangan minyak PEP sudah berada pada akhir periode primary recovery. Sulitnya menaikkan produksi dari lapangan-lapangan tua ini sangat berhubungan erat dengan siklus produksi yang sudah seharusnya masuk ke dalam periode secondary recovery," beber Manajer EOR Tanjung John Hisar Simamora, salah seorang pembicara pada workshop tersebut.


EOR SEBAGAI JAWABAN
Langkah melakukan EOR adalah hal lumrah pada tahapan produksi secondary recovery dan tertiary recovery. Sedangkan pada tahapan awal, yaitu primary recovery cukup dilakukan melalui conventional oil recovery. Belum mesti dengan EOR. Saat ini kondisi lahan-lahan minyak Pertamina, sebagian besar reservoirnya, sudah berada pada tahap akhir primary recovery. Sementara sisa cadangan masih cukup signifikan sehingga perlu aplikasi teknologi EOR.

GM EOR M. Bunyamin menjelaskan dengan kondisi lapangan Pertamina sekarang, tidak mungkin hanya mengandalkan eksplorasi saja. Bunyamin memberikan contoh lapangan Tambun yang memproduksi 20 ribu BOPD.

"Dengan kondisi ini Tambun merupakan andalan, kita selalu ngebor dan ngebor untuk meningkatkan produksi, begitu kita ngebor tetap hasilnya 20 ribu BOPD. Padahal kalau kita lihat dari kondisi decline-nya tanpa mempertimbangkan blok baru, hanya eksisting, trend-nya naik atau turun? Turunnya normal atau tidak?" tuturnya.

Decline lapangan Tambun sekarang (2004 - 2008) sekitar 20 persen. "Sekarang produksi terus menurun hingga 20 persen. Tetapi kalau sejak awal sudah ada pressure maintenance atau water flooding, decline nya itu sekitar 12 persen. Kesadaran melakukan EOR ini terlambat," tegas Bunyamin.

Pertamina EP pada 1 September 2008 telah membentuk Project Management Team EOR (PMT EOR), yang bertujuan meningkatkan produksi melalui proses secondary recovery dengan injeksi air dan proses tertiary recovery dengan injeksi air dan proses tertiary recovery dengan injeksi kimia. Peningkatan produksi ini diharapkan dapat menunjang ambisi Pertamina menjadi produser nomor satu dan menurunkan angka impor minyak untuk kebutuhan dalam negeri.


STRATEGI PERTAMINA EP
Sesuai dengan tujuan didirikannya PEP, anak perusahaan sektor hulu ini memang bertugas menggarap eks WK Pertamina. Sehingga kalaupun ada WK lain dalam negeri di luar WK-WK itu akan menjadi domain anak perusahaan sektor hulu yang lain, Pertamina Hulu Energi (PHE).

Seperti diketahui PHE selain menggarap lahan-lahan eksplorasi dan produksi di luar negeri juga memegang ladang-ladang kerjasama dengan perusahaan lain atau Joint Operating Body Production Sharing Contract (JOB PSC). Juga dalam bentuk Pertamina Participating Interest (PPI).

Untuk mencapai target korporat, PEP berusaha melakukan strategi peningkatan produksi. Dalam rangka peningkatan produksi ini Presiden Direktur PEP Tri Siwindono menyebutkan PEP mempersiapkan empat langkah, yaitu eksplorasi dengan mengembangkan konsep-konsep baru; mengaktifkan sumur-sumur yang suspended yang dulu diabaikan karena dinilai tidak ekonomis; program EOR; dan memasikmalkan produksi.

Apa yang disiapkan PEP dengan tiga langkah itu adalah sematamata mencakup pemaksimalan lapangan-lapangan tua, juga mencari kemungkinan ditemukannya cadangan baru.

Tri Siwindono menjelaskan untuk eksplorasi pun PEP selektif. Walaupun ada sejumlah WK yang belum tergarap maksimal, tetapi PEP tidak akan mencari di cekungan yang remote. Ada tiga syarat dalam rangka eksplorasi PEP saat ini.

Syarat pertama, menurut Tri Siwindono, adalah quick yield, yaitu jenis eksplorasi yang dilakukan dekat dengan lapangan eksisting sehingga begitu dapat langsung dapat duit. Yang kedua adalah market driven mengeksplorasi di mana market terbuka di situ. Dan ketiga, PEP harus mencari big fish, yaitu eksplorasi mencari di mana cadangan besar, meskipun remote. "Inilah tiga cara di mana eksplorasi akan terkonsentrasi di situ," katanya.

Adapun mengenai lapangan yang suspended, yang ditangguhkan penggarapannya pada masa lalu, menurut Presiden Direktur PEP pihaknya mau tidak mau harus mengaktifkannya lagi. Jenis lapangan migas suspended adalah lapangan-lapangan migas yang saat itu tidak memungkinkan untuk diproduksikan karena tidak ekonomis.

"Potensinya banyak. Di Cepu banyak sekali lapanganlapangan tua yang ditinggalkan. Yang dilakukan oleh KUD-KUD (Koperasi Unit Desa) itu hanya mengangkat minyaknya saja, tidak menggunakan teknologi," ujar Tri Siwindono.

Langkah PEP di lahan-lahan tua yang suspended?

"Kita akan kembali ke sana menggunakan teknologi yang baru untuk mempercepat dan memperbesar produksi di sana. Tidak hanya di Cepu saja. Juga di Sumatera Selatan, dan di seluruh lapangan yang ada di wilayah kerja kita," ujarnya.

Langkah ketiga, sebagai strategi untuk menaikkan produksi minyak, PEP melakukan EOR Project. "EOR sangat dibutuhkan. Untuk"primary recovery sudah mencapai 90 persen. Padahal cadangan yang bisa terambil itu cukup banyak, lebih dari 5 milliar barel. Potensi ini bisa diambiil di secondary atau tertiary recovery. Jadi EOR mau tidak mau harus dimulai dari sekarang," jelasnya mengenai alasan PEP mengapa harus ada proyek EOR di sejumlah lapangan.•NS

http://www.pertamina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4315&Itemid=507

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Well Completion

Well Completion sering disebut juga Penyelesaian Sumur yaitu merupakan pekerjaan lanjutan dari proses pelaksanaan pemboran sumur. Sebagian dari para tenaga ahli perminyakan berpendapat bahwa pekerjaan “Well Completion” dimulai setelah pekerjaan-pekerjaan tersebut dibawah ini selesai, yaitu :
1.Pemboran sumur telah mencapai TD (Total Depth).
2.Casing Produksi telah dipasang dan disemen, atau Casing liner telah terpasang dengan disemen atau tidak disemen.
3.Casing Produksi telah terhubung dan terpasang dengan Well Head.

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan penyelesaian sumur –sumur :
1.Investasi yang diperlukan
2.Jumlah / kecepatan produksi yang diinginkan
3.Jumlah cadangan gas / minyak pada setiap zona lapisan
4.Tenaga pendorong reservoir
5.Keperluan akan perangsangan sumur (Well Stimulation)
6.Keperluan akan pengontrolan pasir
7.Aspek – aspek kerja ulang nantinya
8.Pertimbangan pengangkatan buatan
9.Kemungkinan project EOR dimasa yang akan datang.

Tipe – Tipe Penyelesaian Sumur

a.Berdasarkan program pemasangan pipa selubung :
- Komplesi lubang terbuka (open hole)
- Komplesi perforasi (perporated completion)
- Komplesi liner (liner completion).

b.Berdasarkan jumlah zona yang diproduksi suatu sumur :
- Sistem komplesi zona tunggal (single completion)
- Sistem komplesi zona banyak (multiple completion)

http://drilltech.blogspot.com/2009/02/well-completion.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TEKNIK PEMBORAN

OBJECTIVE


o Sejarah Singkat Teknologi Pemboran
o Mengenal parameter-parameter T. Pemboran
- Perencanaan Sumur ( Well Planning)
- Klafisikasi Type Sumur
- Tekanan Formasi
- Perencanaan Biaya
- Proses P:erencanaan Sumur
o Persiapan Operasi Pemboran
o Lumpur Pemboran
o Semen Pemboran
o Problem Lubang Pemboran (Hole Problem)


SEJARAH SINGKAT
TEKNOLOGI PEMBORAN


1859

- Sumur minyak pertama dibor pada kedalaman kurang dari 100 ft oleh Colonel Drake di Titusville, Pennsylvania.
- Sumur tersebut mampu memproduksikan minyak sekitar 50 barrel/hari.
- Metoda pemboran yang digunakan adalah “cable-tool drilling”, yaitu menarik dan menurunkan drillstring dalam lubang bor, seperti metoda yang digunakan pada pekerjaan teknik sipil.
- Metoda “cable-tool drilling” ini digunakan hingga tahun 1930-an.


1890

- Pertama kali metoda bor putar (rotary drilling) diperkenalkan.

1901

- Metoda rotary drilling sukses digunakan untuk membor sumur minyak untuk pertama kalinya di Spindletop, Texas, dimana minyak ditemukan pada kedalaman 1.020 ft dan mampu berproduksi sekitar 100.000 bbl/hari.
- Metoda rotary drilling sejak saat itu terus mengalami perkembangan yang cukup pesat, dan bahkan saat ini sudah mampu digunakan untuk membor sampai kedalaman 30.000 ft.


PERENCANAAN SUMUR
(WELL PLANNING)

Perencanaan sumur merupakan suatu hal yang sangat penting dalam persiapan program pemboran. Untuk itu, diperlukan berbagai macam prinsip-prinsip teknik disamping faktor pelaksanaan dan pengalaman. Walaupun suatu metode perencanaan sumur sudah dipraktekan, tetapi masih memungkinkan terjadinya perubahan sejalan dengan pelaksanaan pemboran itu sendri, dan pada akhirnya semuanya harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu : keamanan, minimisasi biaya pemboran, dan metoda produksi yang digunakan.

Dalam suatu perencanaan sumur akan melibatkan berbagai disiplin keahlian, yaitu para ahli yang berpengalaman dalam bidang pemboran yang dapat memadukan semua aspek pemboran secara baik. Mereka menggunakan perlengkapan maupun piranti teknik, seperti komputer dan beberapa alat bantu lainya dalam merencanakan sumur.

Dalam merencanakan sumur seorang drilling engineer harus dapat berperan sebagai seorang detektif seperti “Sherlock Holmes” yang mampu melihat karakter dan aspek perencanaan dalam usaha untuk menemukan tempat atau area yang terdapat masalah.

1. Perencanaan Sumur

Dalam perencanaan sumur diperlukan beberapa variabel sebagai berikut :
- Keamanan (safety)
- Biaya minimum (minimum cost)
- Usable Hole
Pada kenyataannya tidak selalu faktor-faktor di atas terdapat pada setiap sumur, karena adanya kendala-kendala yang terkait dengan masalah geologi
dan peralatan pemboran, seperti tekanan, temperatur, keterbatasan ukuran casing, ukuran lubang bor, mapun anggaran.

1.1. Keamanan (Satety)

Faktor keamanan harus mendapat prioritas yang paling tinggi dalam perencanaan program pemboran. Pertimbangan manusia harus ditempatkan diatas seluruh aspek. Dalam pelaksaanaan pemboran, perencanaan sumur dapat dirubah, jika sampai terjadi problem pemboran yang akan membahayakan para pekerja. Kegagalan faktor keamanan ini dapat mengakibatkan kematian, kebakaran, dan cacat pada individu .

Prioritas selanjutnya dalam segi keamanan yang harus selalu diperhatikan adalah perencanaan pemboran harus didesain agar dapat meminimalkan resiko terjadinya semburan liar (blow-out) dan faktor kemungkinan terjadi problem pemboran (hole problems). Desain ini harus berdasarkan pada sumber data yang terkait dalam perencanaan sumur.

1.2. Biaya Minimum.

Dalam perencanaan sumur diusahakan untuk menekan biaya sekecil mungkin, tanpa mengabaikan aspek keamanan. Pada banyak kasus, biaya dapat di sesuaikan pada batas-batas tertentu dalam usaha perencanaan (Gambar-1). Hal Ini bukan berarti membangun “Monumen baja” untuk faktor keamanan jika biaya tambahan tidak diperlukan. Pada sisi lain,uang harus di keluarkan untuk membangun sistem keamanan.

1.3. Usable Hole (Lubang Bor Terpakai)

Lubang bor yang mencapai target kedalaman tidak selalu sesuai seperti yang di harapkan. Jika sumur yang dihasilkan pada akhirnya tidak sesuai


dengan konfigurasi, maka sumur tersebut tidak dapat dilakukan komplesi dan akibatnya sumur tersebut tidak dapat diproduksikan (gagal).

Untuk itu, istilah “usable” tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

- Ukuran diameter lubang bor sesuai dengan komplesi sumur yang akan dilakukan .
- Formasi produksi tidak mengalami kerusakan yang tidak dapat di perbaiki.

Perencanaan sumur akan sukar dicapai, jika dijumpai adanya tekanan abnormal, sumur dalam yang mengalami problem geometri sumur ataupun lumpur .


2. Klasifikasi Tipe Sumur

Seorang drilling engineer dalam membuat perencanaan pemboran harus memahami tentang tipe-tipe sumur, yaitu :

- Sumur wildcat
- Sumur eksplorasi
- Sumur deliniasi
- Sumur infill
- Sumur reentry

Pada umumnya untuk sumur wildcat memerlukan perencanaan yang lebih rumit dibandingkan dengan tipe lainnya. Sedangkan untuk sumur infill dan reentry memerlukan perencanaan yang lebih sederhana.

Perencanaan pemboran sumur wildcat hanya dengan menggunakan sedikit data geologi. Sumur wildcat adalah merupakan sumur yang sangat mahal, karena bersifat “gambling” dalam penentuan titik sumur. Sedangkan untuk berbagai pemboran untuk sumur-sumur pengembangan dapat di gunakan data dari beberapa sumber yang tersedia.


3. Tekanan Formasi

Tekanan formasi (tekanan pori) adalah tekanan yang dijumpai pada sumur dan sangat berpengaruh dalam perencanaan sumur. Tekanan formasi dapat dikategorikan normal, abnormal (tekanan tinggi) atau tekanan subnormal (tekanan rendah).

Tekanan normal biasanya tidak mendatangkan masalah dalam perencanaan sumur, dan berat lumpur yang digunakan berkisar 8,5 - 9,5 lb/gal.



Pencegahan kick dan blouw-out dapat diminimalkan, tetapi tidak boleh di hilangkan sama sekali. Pada kondisi tekanan normal diperlukan casing yang dapat menahan tekanan tersebut, maupun tekanan normal pada sumur-sumur dalam dengan kedalaman lebih dari 20.000 ft karena adanya pembebanan tension/collapse.

Sumur-sumur yang bekanan subnormal diperlukan casing tambahan untuk melindungi zona lemah atau formasi yang bertekanan rendah. Tekanan yang lebih rendah dari tekanan normal ini dihasilkan dari faktor geologi atau tektonik atau dari hilangnya tekanan (pressure depletion) pada interval produksi.
Tekanan abnormal mempengaruhi perencanaan sumur, yaitu meliputi :
- Casing and tubing design
- Penentuan densitas dan jenis lumpur
- Casing setting depth selection
- Perencanaan semen

Berikut adalah masalah-masalah yang harus dipertimbangkan akibat adanya formasi yang bertekanan tinggi (abnormal) :
- Kick dan blowout
- Terjadinya defferential pressure dan terjepitnya pipa
- Hilang lumpur atau sirkulation akibat lumpur terlalu berat
- Heaving shale

Karena kesulitan yang berkaitan dengan perencanaan sumur eksplorasi yang bertekanan tinggi, maka kriteria desain, studi detail daerah, dan berbagai usaha harus dijustifikasi. Seorang drilling engineer harus mampu membatasi permasalahan dalam merencanakan parameter-parameter yang terkait dengan perencanaan sumur seperti deliniasi ataupun infill.



4. Perencanaan Biaya

Biaya yang diperlukan untuk perencanaan sumur disesuaikan sebagai perbandingan dari biaya pemboran sebenarnya. Pada banyak kasus, kurang dari US$1.000 dikeluarkan untuk perencanaan sebuah sumur yang bernilai US$1 juta, hal ini berarti merepresentasikan 1/10 dari 1% biaya pemboran.

Sering kali hasil akhirnya adalah merupakan biaya pemboran yang melebihi jumlah yang diperlukan. Untuk itu, diusahakan mengurangi data-data yang tidak terlalu penting. Meskipun data yang baik biasanya dapat diperoleh dengan biaya kurang dari US$ 2,000 – US$ 3,000 per prospek, beberapa perencanaan sumur tanpa pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya problem pemboran. Kurangnya pengeluaran biaya pada tahap awal dalam proses perencanaan sumur hampir selalu menimbulkan biaya pemboran menjadi lebih tinggi dari perkiraan.

5. Proses Perencanaan Sumur

Perencanaan sumur adalah merupakan suatu proses pekerjaan yang sistematis dan urut. Hal ini memerlukan banyak aspek perencanaan yang dikembangkan sebelum mendisain item-item lainnya. Sebagai contoh, perencanaan densitas lumpur harus dilakukan sebelum pembuatan program casing, karena densitas lumpur akan berpengaruh terhadap pembebanan pada pipa.
Program bit dapat dilakukan kapan saja dalam perencanaan sumur setelah historical data dievaluasi. Program bit biasanya berdasarkan pada parameter-parameter pemboran dari sumur-sumur sebelumnya. Tetapi, pemilihan bit dapat dipengaruhi oleh perencanaan lumpur, seperti performance PDC dalam oil based mud. Selain itu, ukuran bit juga ditentukan berdasarkan ukuran diameter casing yang diperlukan.

PERSIAPAN OPERASI PEMBORAN

Dalam operasi pemboran, peralatan pemboran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi 5 sistem, yaitu :

1. Sistem Pengangakatan (Hoisting System)
2. Sistem Pemutar (Rotating System)
3. Sistem Sirkulasi (Circulating System)
4. Sistem Tenaga (Power System)
5. Sistem Pencegah Semburan Liar (BOP System)

Kelima sistem tersebut diatas mempunyai hubungan yang erat antara satu dengan yang lain. Dengan kata lain, bahwa kerja sistem-sistem tersebut berlangsung pada waktu yang bersamaan.

Operasi pemboran adalah merupakan suatu kegiatan yang terpadu dengan kegiatan-kegiatan lainnya dalam industri perminyakan.

Pada masa sekarang, operasi pemboran dapat dilaksanakan baik di darat (on-shore) maupun di lepas pantai (off-shore). Peralatan yang digunakan untuk operasi pada kedua tempat tersebut pada prinsipnya sama, perbedaannya adalah tempat untuk menempatkan menara (rig) serta perlengkapannya.

Tahap Persiapan Operasi Pemboran ini meliputi :

1. Persiapan tempat
2. Pengiriman pelaratan ke lokasi
3. Penunjukan pekerja
4. Persiapan rig dan pendiriannya.
5. Peralatan penunjang dan pemasangannya
6. Persiapan akhir.

- Persiapan Tempat
Pada tahap persiapan tempat ini, terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :
- Pembuatan sarana transpotasi
- Pembutan kolam cadangan (reserve pit)
- Persiapan lubang bor (Cellar)
- Memasang Conductor Pipe
- Penyediaan air
- Pengiriman Peralatan ke Lokasi
- Pengiriman peralatan melalui darat
- Pengiriman peralatan melalui air
- Pengiriman peralatan melalui udara

- Penunjukan Pekerja

Dalam pelaksanaan operasi pemboran, kebutuhan personil yang berpengalaman adalah merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi. Personil-personil tersebut terdiri dari kru kontraktor pemboran dan kru perusahaan jasa (service company).

Kebutuhan personil tersebut adalah sebagai berikut :

o Company man
o Tool pusher
o Driller
o Derrickman
o Rotary helper
o Motor man
o Rig mechanic.
o Rig electrician
o Mud engineer
o Mud logger
o Casing and cementing crew


- Mendirikan Rig

Pengiriman unit rig ke lokasi pemboran biasanya berupa bagian-bagian (modul-modul). Kontraktor pemboran dan kru-nya dengan menggunakan mesin derek segera memulai pemasangan dan pendirian menara bor atau rig (“rigging up”).


- Peralatan Penunjang dan Pemasangannya

Dengan selesainya pendirian rig, tahap berikutnya adalah mulai memasang peralatan-peralatan penunjang. Peralatan penunjang ini biasanya dikirim dengan truck, tetapi untuk bebarapa komponen yang besar, seperti mud pump biasanya dikirim dengan truck yang dilengkapi dengan mesin derek atau dengan menggunakan flat bed truck.

Dengan telah siapnya peralatan penunjang, kru pemboran dengan tugasnya masing-masing mulai menyambung bagian-bagian dari berbagai peralatan yang terangkai menjadi suatu sistem dari rotary drilling yang siap untuk melaksanakan operasi pemboran. Material pemboran, seperti bahan-bahan lumpur pemboran, dan peralatan-pelatan lainnya seperti drill pipe, drill collar, tool joint juga diatur pada tempat yang telah tersedia.
Pada dasarnya persiapan tahap “rigging up” ini dapat dikatakan mendekati penyelesaian, sehingga lokasi pemboran tersebut telah berubah menjadi suatu komplek rotary drilling yang modern

- Persiapan Akhir

Persiapan akhir ini meliputi 2 hal pokok, yaitu :

1. Persiapan Lumpur Pemboran, kru pemboran mulai mempersiapkan lumpur pemboran untuk circulating system. Pada umumnya pada saat pelaksanaan pemboran surface hole, tekanan formasi pada trayek ini relatif kecil, sehingga cukup digunakan air tawar.

2. Pengecekan Komponen-komponen Sistem Pemboran, persiapan akhir untuk memulai pemboran kini sudah hampir mendekati penyelesaian. Persiapan akhir ini termasuk pengecekan untuk kedua kalinya dari setiap komponen sistem pemboran yang ada pada sistem rotary drilling.

Pengecekan sistem pemboran tersebut meliputi :

- Sistem Pengangakatan (Hoisting System)
- Sistem Pemutar (Rotating System)
- Sistem Sirkulasi (Circulating System)
- Sistem Tenaga (Power System)
- Sistem Pencegah Semburan Liar (BOP System)

Setelah tahap persiapan akhir telah selesai, maka operasi pemboran dapat dilaksanakan baik untuk membor sumur minyak atau gas.

LUMPUR PEMBORAN

Lumpur pemboran merupakan faktor yang penting dalam operasi pemboran. Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat tergantung dari lumpur pemboran yang dipakai.
Lumpur pemboran diperkenalkan pertama kali dalam pemboran putar pada sekitar awal tahun 1900. Pada mulanya orang hanya menggunakan air untuk mengangkat serbuk bor (cutting) secara kontinyu. Kemudian dengan berkembangnya teknologi pemboran, lumpur mulai digunakan, dan fungsi lumpur menjadi semakin komplek dan untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur tersebut ditambahkan bahan-bahan kimia (additive).

1. Fungsi Lumpur Pemboran

Fungsi utama lumpur pemboran adalah :
1. Mengangkat serbuk bor ke permukaan
2. Mengontrol tekanan formasi
3. Mendinginkan serta melumasi pahat dan drillstring
4. Membersihkan dasar lubang bor
5. Membantu dalam evaluasi formasi
6. Melindungi formasi produktif
7. Membantu stabilitas formasi

1.1. Mengangkat Serbuk Bor ke Permukaan

Serbuk bor yang dihasilkan pada waktu operasi pemboran harus segera diangkat ke permukaan agar tidak terjadi penumpukan serbuk bor di dasar lubang. Kapasitas pengangkatan serbuk bor tergantung dari beberapa faktor, antara lain : kecepatan aliran di anulus, viskositas plastik, yield point lumpur pemboran dan slip velocity dari serbuk bor yang dihasilkan.

Secara umum, resultan kecepatan (atau kecepatan pengangkatan) serbuk bor adalah merupakan perbedaan antara kecepatan di anulus, Vr, dan slip velocity, Vs. Dengan menggunakan power-law model, slip velocity serbuk bor dapat dihitung dengan persamaan :

1.2. Mengontrol Tekanan Formasi

Untuk keselamatan pemboran, tekanan formasi yang tinggi juga harus diimbangi dengan tekanan hidrostatik lumpur yang tinggi, sehingga tekanan hidrostatik lumpur lebih besar dari tekanan formasi. Secara efektif perbedaan anatara tekanan hidrostatik lumpur dengan tekanan formasi (overbalance pressure) harus sama dengan nol, tetapi dalam praktek harganya sekitar 100 - 200 psi. Untuk mengontrol tekanan formasi tersebut dilakukan dengan mengatur berat (densitas) lumpur.


1.3. Mendinginkan serta melumasi pahat dan drillstring

Perputaran pahat dan drillstring terhadap formasi akan menghasilkan panas, sehingga dapat mempercepat keausan pahat dan drillstring. Selain panas yang ditimbulkan akibat gesekan juga panas yang berasal dari formasi itu sendiri, dimana semakin dalam formasi yang dibor, temperatur juga semakin tinggi. Dengan adanya lumpur pemboran, maka panas tersebut dapat ditransfer keluar dari lubang bor. Lumpur pemboran dapat membantu mendinginkan drillstring dengan menyerap panas dan melepaskannya, melalui proses konveksi dan radiasi, pada udara di sekitar mud pit. Lumpur pemboran juga dapat melumasi pahat dan drillstring dengan menurunkan friksi drillstring dan pahat dengan formasi yang ditembus. Untuk mendapatkan pelumasan yang lebih baik pada umumnya dapat ditambahkan sedikit minyak kedalam lumpur.

1.4. Membersihkan Dasar Lubang Bor

Secara umum, pembersihan dasar lubang bor dilakukan dengan menggunakan fluida yang encer pada shear rate tinggi saat melewati nozzle pada pahat. Ini berarti bahwa fluida yang kental kemungkinan besar dapat digunakan untuk membersihkan lubang bor, jika fluida tersebut mempunyai sifat shear thinning yang baik. Dan pada umumnya, fluida dengan kandungan padatan (solid content) yang rendah merupakan fluida yang paling baik untuk membersihkan dasar lubang bor.

1.5. Membantu Dalam Evaluasi Formasi

Sifat fisik dan kimia lumpur pemboran berpengaruh terhadap program well logging. Pada saat tertentu diperlukan informasi tentang kandungan hidrokarbon, batas air-minyak, dan lainnya untuk korelasi, maka dilakukan well logging, yaitu memasukkan sonde/alat kedalam sumur, misalnya log listrik, maka diperlukan media penghantar, dalam hal ini lumpur merupakan penghantar listrik. Sebagai contoh, lumpur dengan kadar garam yang tinggi akan menghambat pengukuran spontaneous potensial (SP) karena konsentrasi garam dari lumpur dan formasi hampir sama. Disamping itu, oil mud akan menghambat resistivitas karena minyak akan bertindak sebagai insulator dan dapat mencegah terjadinya aliran listrik. Oleh karena itu, pemilihan lumpur pemboran harus sesuai dengan program evaluasi formasi.

1.6. Melindungi Formasi Produktif

Perlindungan formasi produktif sangat penting. Oleh karena itu, pengendapan mud cake pada dinding lubang bor dapat mengijinkan operasi pemboran terus berjalan dan tidak menyebabkan kerusakan formasi produktif. Kerusakan formasi produktif biasanya akan menurunkan permeabilitas disekitar lubang bor.

1.7. Membantu Stabilitas Formasi

Pada lubang bor sering dijumpai adanya problem stabilitas yang disebabkan oleh fenomena geologi, seperti zona rekahan, formasi lepas, hidrasi clay, dan tekanan tinggi. Lumpur pemboran harus mampu mengontrol problem-problem tersebut, sehingga lubang bor tetap terbuka dan proses pemboran dapat terus dilanjutkan. Perencanaan sistem lumpur untuk menjaga stabilitas lubang bor sering digunakan sebagai basis untuk pemilihan jenis dan sifat lumpur.


2. Komposisi Lumpur Pemboran

Secara umum lumpur pemboran terdiri dari tiga komponen atau fasa pembentuk sebagai berikut :
1. Fasa cair (air atau minyak)
2. Fasa padat ( reactive solids dan inert solids)
3. Bahan kimia (additive)

2.1. Fasa cair

Fasa cair lumpur pemboran pada umumnya dapat berupa air, minyak, atau campuran air dan minyak. Air dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air tawar dan air asin. Air asin juga dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air asin tidak jenuh dan air asin jenuh. Sekitar 75% lumpur pemboran menggunakan air, karena mudah didapat, murah, mudah dikontrol jika terdapat padatan-padatan (solid content) dan merupakan fluida yang paling baik sebagai media penilaian formasi. Istilah oil-base muds digunakan jika kandungan minyaknya lebih besar dari 95%. Sedangkan emulsion muds mempunyai komposisi minyak 50 -70% (sebagai fasa kontinyu) dan air 30 - 50% (sebagai fasa diskontinyu).

2.2. Fasa padat (solids)

Fasa padat dibagi dalam dua kelompok, yaitu padatan dengan berat jenis rendah dan padatan dengan berat jenis tinggi. Padatan berat jenis rendah dibagi menjadi dua, yaitu Non-reactive solid (inert solid) dan Reactive solid.

2.2.1. Reactive Solid

Reactive solid adalah clay, merupakan padatan yang dapat bereaksi dengan air, membentuk koloid. Clay dapat didefinisikan sebagai berikut :

- Padatan dengan diameter kurang dari 2 
- Partikel yang bermuatan listrik dan mampu menyerap air
- Material yang dapat mengembang (swelling) jika menyerap air

Clay (atau low-gravity reactive solid) ditambahkan ke dalam air agar diperoleh sifat-sifat fisik seperti viskositas dan yield point yang diperlukan untuk mengangkat serbuk bor atau untuk menjaga agar serbuk bor tidak mengendap pada saat tidak ada sirkulasi (lihat persamaan 1 dan 2). Mekanisme pembentukan viskositas dan yield point yang tinggi pengembangannya sangat komplek dan belum seluruhnya dapat difahami. Hal ini dihubungkan dengan struktur internal partikel-partikel clay dan gaya-gaya elektrostatik yang mempertahankannya jika clay terdispersi dalam air.

Pada dasarnya ada dua jenis clay yang digunakan dalam pembuatan water-base mud, yaitu :

a) Bentonitic clay (gel) ; adalah merupakan anggota dari kelompok clay montmorillonite (smectite), dan hanya dapat digunakan dengan air tawar, karena baik viskositas maupun yield point tidak dapat terbentuk pada air asin. Bentonit yang ada di pasaran bukan merupakan sodium montmorillonite murni, tetapi mempunyai kandungan sodium montmorillonite sekitar 60 -70%. Sodium montmorillonte adalah merupakan material yang berbentuk plat-plat seperti lembaran-lembaran buku. Plat-plat tersebut sangat tipis dengan ukuran partikel kurang dari 0.1 . Bentonit menyerap air tawar pada permukaan partikel-partikelnya, sehingga dapat menaikkan volumenya sampai 10 kali atau lebih, yang disebut “swelling” atau “hidrasi”. Besarnya swelling yang terjadi dapat dilihat dengan meningkatnya kekentalan atau viskositas lumpur, yang tergantung dari luas permukaan dan total jumlah air yang diserap oleh clay.
b) Attapulgite (salt gel) ; adalah merupakan anggota dari kelompok clay palygorskite, dan hanya dapat mengasilkan viskositas dan yield point yang tinggi baik pada air tawar maupun air asin. Salt water clay (attapulgite), akan terjadi swelling jika dimasukkan dalam air asin.
elima sistem tersebut diatas mempunyai hubungan yang erat antara satu dengan yang lain. Dengan kata lain, bahwa kerja sistem-sistem tersebut berlangsung pada waktu yang bersamaan.

Operasi pemboran adalah merupakan suatu kegiatan yang terpadu dengan kegiatan-kegiatan lainnya dalam industri perminyakan.

Pada masa sekarang, operasi pemboran dapat dilaksanakan baik di darat (on-shore) maupun di lepas pantai (off-shore). Peralatan yang digunakan untuk operasi pada kedua tempat tersebut pada prinsipnya sama, perbedaannya adalah tempat untuk menempatkan menara (rig) serta perlengkapannya.



TEKANAN FORMASI DAN
GRADIEN REKAH


1. PENDAHULUAN

Pengetahuan tentang tekanan formasi (tekanan pori) adalah merupakan hal yang sangat penting, karena tekanan formasi sangat berpengaruh terhadap casing design, densitas lumpur, laju penembusan, problem pipa terjepit dan well control. Perkiraan dan penentuan zona yang bertekanan tinggi sangat penting karena adanya resiko terjadinya blowout (semburan liar). Pada umumnya air asin yang terperangkap pada zona-zona yang berasosiasi dengan lapisan shale yang tebal terbebaskan selama proses sedimentasi berlangsung. Fenomena ini akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya.

Proses kompaksi dapat digambarkan dengan sebuah model sederhana yaitu berupa sebuah selinder yang berisi suatu fluida dan sebuah pegas (mewakili matriks batuan). Overburden stress dapat disimulasikan dengan menggunakan sebuah piston yang ditekan kebawah pada selinder. Overburden (S) ditahan oleh pegas () dan tekanan fluida (p), maka :

S =  + p ...................................................(1)

Jika tekanan overburden bertambah (karena proses sedimentasi terus berlangsung) maka beban tambahan tersebut harus ditahan oleh matriks dan fluida dalam pori. Pada formasi dimana fluida dapat bergerak bebas maka kenaikan beban harus ditahan oleh matriks, sedangkan fluida yang tersisa sebagai hidrostatik. Dalam kondisi tersebut maka tekanan formasi disebut Normal, dan nilainya proporsional terhadap kedalaman dan densitas fluida. Tetapi jika formasi tersebut tersekat sehingga fluida terperangkap, maka tekanan fluida tersebut akan bertambah diatas harga hidrostatik. Kondisi ini disebut sebagai Overpressure (yaitu bagian dari beban overburden ditransfer dari matriks ke fluida yang mengisi ruang pori). Luas bidang kontak antar butir tidak dapat bertambah karena hadirnya air yang tidak kompresibel, maka pertambahan beban tersebut akan ditransfer ke fluida, sehingga tekanan pori naik.


2. TEKANAN FORMASI NORMAL

Jika perlapisan sedimen terendapkan di dasar laut, maka butir-butir sedimen tersebut akan terkompaksi satu dengan yang lain, sehingga air akan terperas dari dalam ruang pori. Jika proses tersebut tidak terganggu, dan air bawah permukaan masih tetap berhubungan dengan laut diatasnya melalui ruang pori yang saling berhubungan, maka akan menghasilkan tekanan hidrostatik. Gradien hidrostatik (psi/ft) nilainya bervariasi tergantung dari densitas fluida. Pada umumnya air asin di lapangan minyak mempunyai kadar mineral terlarut bervariasi antara 0 sampai 200.000 ppm. Sehubungan dengan hal itu, maka gradien hidrostatik nilainya bervariasi antara 0,433 psi/ft (air murni) sampai sekitar 0,50 psi/ft. Pada umumnya secara geografis gradien hidrostatik diambil sebesar 0,465 psi/ft (dengan asumsi kadar garam 80.000 ppm). Gradien ini menunjukkan tekanan normal. Sedangkan untuk setiap tekanan formasi yang nilainya diatas atau dibawah 0,465 psi/ft disebut tekanan abnormal (overpressured).

Besarnya bulk density dari suatu batuan ditentukan oleh matriks dan air yang mengisi ruang pori.

atau
..........................................(2)
dimana ;
b = bulk density batuan berpori
m = densitas matriks
f = densitas fluida dalam ruang pori
= porositas

Karena litologi dan kadar fluida tidak konstan, maka bulk density nilainya akan bervariasi terhadap kedalaman.

Gradien overburden diturunkan dari tekanan yang dikenakan pada batuan diatas kedalaman tertentu. Hal ini dapat dihitung dari spesific gravity yang bervariasi antara 2.1 (batupasir) sampai 2,4 (batugamping). Dengan menggunakan spesific gravity rata-rata = 2,3, maka gradien overburden dapat dihitung :

2,3 x 0,433 = 0,9959 psi/ft.

Pada umumnya untuk perhitungan nilai gradien overburden dibulatkan menjadi 1 psi/ft, dan gradien overburden juga sering disebut sebagai gradien geostatik. Harus diingat bahwa gradien overburden nilainya bervariasi terhadap kedalaman karena kompaksi dan perubahan litologi, sehingga nilainya tidak dapat dianggap konstan.


3. TEKANAN ABNORMAL

Tekanan abnormal didifinisikan sebagai tekanan yang menyimpang dari gradien tekanan normal. Penyimpangan tersebut dapat Subnormal (kurang dari 0,465 psi/ft) atau Overpressured/Tekanan Abnormal (lebih besar dari 0,465 psi/ft). Secara umum tekanan subnormal jarang sekali dijumpai dan dapat menyebabkan masalah yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan overpressure. Tekanan abnormal terjadinya sangat berkaitan erat dengan adanya sealing mechanism. Penyekatan (sealing) mencegah adanya ketetimbangan tekanan yang terjadi dalam urutan proses geologi. Sekat (seal) terbentuk oleh adanya penghalang permeabilitas (permeability barrier) yang dihasilkan dari proses fisik maupun kimiawi.

Penyekat fisik (physical seal) dapat terbentuk dari efek gravitasi patahan selama proses pengendapan atau pengendapan dari bahan dengan ukuran butir yang lebih halus. Penyekat kimiawi (chemical seal) terbentuk karena adanya pengendapan kalsium karbonat, sehingga akan mengakibatkan terjadinya penghalang permeabilitas rata-rata. Contoh lain dari adanya diagenesa kimia selama proses kompaksi adalah bahan organik. Baik proses fisika maupun kimia kemuanya akan menyebabkan terbentuknya penyekat, seperti proses pelarutan gypsum.


3.1. Tekanan Subnormal

Mekanisme terbentuknya tekanan subnormal (lebih kecil dari tekanan hidrostatik) dapat dijelaskan sebagai berikut :

(a) Ekspansi Panas (Thermal Expansion)
Karena batuan sedimen dan fluida yang mengisi pori berada pada lingkungan yang dalam, dimana temperatur juga mengalami kenaikan, maka fluida akan mengembang. Hal ini akan menyebabkan penurunan densitas, dan akibatnya tekanan akan berkurang.

(b)Formation Shortening
Selama proses kompresi berlangsung akan menyebabkan perlapisan batuan terlipat (bagian atas terlipat ke atas, sedangkan bagian bawah terlipat ke bawah), sehingga perlapisan bagian tengah akan mengembang, sehingga mengakibatkan terjadinya tekanan subnormal

(c) Deplesi
Jika hidrokarbon atau air diproduksikan dari formasi yang tidak mengalami efek subsidence, maka akan menyebabkan terjadinya tekanan subnormal. Hal ini sangat penting jika pemboran sumur dikembangkan pada reservoir yang telah lama diproduksikan. Sebagai contoh, gradien tekanan akuifer di salah satu lapangan minyak di Texas besarnya hanya 0,36 psi/ft.

(d) Penguapan
Pada daerah kering, seperti di Timur Tengah batas water table dapat berada pada kedalaman ratusan meter dari permukaan, hal ini akan menurunkan tekanan hidrostatik.

(e) Permukaan Potensiometrik
Permukaan potensiometris ini mengikuti relief formasi dan dapat menghasilkan baik tekanan subnormal maupun tekanan tinggi (overpressure). Permukaan potensiometris didefinisikan sebagaibatas ketinggian kenaikan air yang dibor dari aquifer yang sama. Permukaan potensiometris dapat berada ribuan foot diatas atau dibawah permukaan tanah

(f) Pergeseran Epirogenik
Perubahan elevasi dapat menyebabkan terjadinya tekanan abnormal pada formasi yang terbuka secara lateral, tetapi dibagian lainnya tersekat. Jika singkapan arahnya naik akan menghasilkan tekanan tinggi, dan jika arahnya ke bawah akan menghasilkan tekanan subnormal.

Perubahan tekanan jarang disebabkan oleh adanya perubahan elevasi saja, tetapi juga karena adanya proses erosi dan pengendapan. Adanya kehilangan atau pertambahan saturasi air pada batuan sedimen juga penting.

Batas besarnya tekanan subnormal kurang diperhatikan dalam praktek di lapangan.


3.2. Tekanan Formasi Abnormal (Overpressured Formation)

Ada beberapa formasi yang tekanan porinya lebih besar dibanding dengan kondisi “normal” (gradien 0,465 psi/ft). Tekanan formasi dapat diplot antara gradien hidrostatik dan gradien overburden (1 psi/ft). Beberapa contoh tekanan tinggi yang telah dilaporakan adalah :

Gulf Coast 0,8 - 0,9 psi/ft.
Iran 0,71- 0,98 psi/ft
North Sea 0,5 - 0,9 psi/ft
Carpathian Basin 0,8 - 1,1 psi/ft.

Dari data tersebut diatas terlihat bahwa tekanan abnormal dapat dijumpai di seluruh dunia. Mekanisme terbentuknya tekanan abnormal ada berbagai faktor, diantaranya adalah permukaan potensiometris dan penyusutan formasi (formation foreshortening).


Selain itu, mekanisme terbentuknya tekanan abnormal juga dapat disebabkan oleh :

(a). Kompaksi Sedimen yang tidak Sempurna
Pada proses pengendapan clay atau shale yang sangat cepat, maka air yang terbebaskan sangat kecil. Pada kondisi normal porositas awal yang tinggi (+/-50%) akan berkurang karena air terperas keluar melaui struktur pasir yang permeabel atau melalui penyaringan dari clay/shale itu sendiri. Jika proses sedimentasi terlalu cepat, sehingga tidak terjadi proses pembebasan air, akibatnya air akan terperangkap dan selanjutnya menahan tekanan overburden.

(b). Patahan

Patahan dapat merubah struktur batuan sedimen, sehingga zona permeabel berhadapan dengan zona impermeabel. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penghalang bagi aliran fluida, akibatnya air tidak dapat keluar dari shale dan selanjutnya akan menghasilkan tekanan abnormal.

(c). Perubahan Fasa Selama Proses Kompaksi

Mineral dapat mengalami perubahan fasa dengan naiknya tekanan, seperti gypsum + anhydrite + air bebas. Diperkirakan bahwa lapisan gypsum setebal 50 ft akan menghasilkan kolom air setinggi 24 ft. Sebaliknya anhydrite dapat terhidrasi pada kedalaman untuk menghasilkan gypsum dengan peningkatan volume sampai 40%. Transformasi montmorillonite menjadi illite juga akan melepaskan sejumlah air.

(d). Deposisi Batu Garam Masif

Deposisi batu garam dapat terjadi karena batu garam bersifat impermeabel, sehingga fluida dalam formasi yang berada dibawahnya akan menghasilkan tekanan abnormal. Tekanan abnormal biasanya dijumpai pada zona-zona dibawah perlapisan batu garam.

(e). Salt Diaperism

Gerakan keatas dari kubah garam yang berdensitas rendah karena adanya efek apung (bouyancy) yang mengganggu perlapisan sedimen akan menghasilkan anoma;i tekanan. Garam juga dapat berfungsi sebagai penghalang (impermeable seal) terhadap pembebasan air dari clay secara lateral.

(f). Kompresi Tektonik

Kompresi lateral sedimen dapat menghasilkan pengangkatan sedimen lapuk atau perlipatan sedimen yang lebih kuat, sehingga formasi yang secara normal terkompaksi akan naik ke bagian yang lebih tinggi. Jika tekanan mula tetap, maka pengangkatan formasi tersebut dapat menghasilkan tekanan abnormal.

(g). Migrasi Fluida

Migrasi fluida dari zona tekanan tinggi ke zona yang lebih dangkal yaitu dengan melalui patahan atau dari casing/semen yang buruk akan dapat menyebabkan terjadinya kick, karena perubahan litologi tidak dapat mendeteksi adanya tekanan yang tinggi. Dengan kata lain, bahwa tekanan abnormal dapat terjadi pada formasi-formasi dangkal jika terjadi migrasi gas dari formasi-formasi dibawahnya.




(h). Pembentukan Hidrokarbon

Shale yang terendapkan dengan sejumlah bahan-bahan organik akan menghasilkan gas, karena bahan organik akan terdegradasi pada saat proses kompaksi. Jika gas tersebut tidak terbebaskan, maka akan berkembang menjadi tekanan abnormal. Produk organik juga membentuk garam yang akan terendapkan dalam ruang pori, sehingga akan menurunkan porositas dan menghasilkan suatu penghalang (seal).


4. PROBLEM PEMBORAN YANG BERKAITAN DENGAN
TEKANAN FORMASI

Jika pemboran menembus formasi dengan tekanan hidrostatik lumpur yang cukup memadai, maka dapat mencegah :
1. lubang bor runtuh dan
2. masuknya fluida formasi.

Untuk mencapai kondisi tersebut, maka tekanan hidrostatik lumpur harus sedikit lebih besar dari tekanan formasi (disebut sebagai overbalance). Tetapi jika overbalance terlalu besar akan menyebabkan :

1. Menurunkan laju penembusan (chip hold down effect)
2. Hilang lumpur (aliran lumpur masuk ke formasi)
3. Rekah formasi (melebihi gradien rekah formasi)
4. Pipa terjepit (differntial pressure pipe stuck).

Tekanan formasi juga berpengaruh terhadap perencanaan casing. Jika zona tekanan abnormal berada diatas zona subnormal, maka densitas lumpur yang sama tidak dapat digunakan pada kondisi tersebut (karena zona bawah akan rekah). Untuk itu, maka zona atas harus dipasang casing, agar berat lumpur dapat diturunkan untuk melanjutkan pemboran pada zona bawah. Problem umum yang sering terjadi adalah penempatan surface casing terlalu tinggi, sehingga ketika pemboran menembus zona tekanan abnormal kick tidak dapat disirkulasikan keluar dengan lumpur berat karena terjadi rekah formasi pada zona atas yang tidak dipasang casing. Setiap rangkaian casing harus dipasang pada kedalaman maksimum berdasarkan data gradien rekah formasi. Jika hal ini tidak dilakukan, maka harus dipasang casing tambahan atau liner sebagai protektor. Hal ini bukan saja mahal, tetapi juga akan memperkecil diameter lubang bor, sehingga akan menimbulkan masalah pada saat sumur dikomplesi.

Berdasarkan hubungan antara tekanan formasi dengan problem-problem pemboran, maka tekanan formasi abnormal harus diidentifikasikan sebelum perencanaan program pemboran dilakukan.



5. ZONA TRANSISI

Perubahan tekanan fluida dari normal menjadi abnormal pada suatu interval zona impermeabel disebut sebagai zona transisi, yaitu akibat adanya air konat yang terperangkap pada saat proses sedimentasi. Jika zona transisi berupa lapisan shale yang tebal, maka tekanan formasi secara gradual bertambah besar. Zona transisi ini dicirikan oleh adanya perubahan gradien tekanan secara menyolok. Dibawah zona transisi abnormal gradien tekanan mengecil lagi. Variasi tekanan formasi pada sumur yang bertekanan abnormal. Zona transisi memberikan indikasi kepada kru pemboran supaya menyadari bahwa mereka akan menembus zona tekanan abnormal.


MASALAH PEMBORAN
(HOLE PROBLEMS)

Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemboran sumur minyak sebagian besar disebabkan oleh karena adanya gangguan keseimbangan terhadap tegangan tanah (earth stress) di sekitar lubang bor yang disebabkan akibat adanya aktivitas pembuatan lubang bor itu sendiri, dan adanya interaksi antara lumpur pemboran dengan formasi yang ditembus.

Tegangan tanah bersama dengan tekanan formasi berusaha untuk mengembalikan keseimbangan yang telah ada sebelumnya, dengan cara mendorong lapisan batuan untuk bergerak ke arah lubang bor.

Untuk itu, lubang bor harus dijaga stabilitasnya dengan cara menyeimbangkan tegangan tanah dan tekanan formasi di satu sisi dengan tekanan lumpur pemboran di sekitar lubang bor serta komposisi kimia lumpur pada sisi yang lain.

Dalam modul ini akan diuraikan secara singkat tentang masalah-msalah yang paling sering terjadi pada saat operasi pemboran berlangsung. Sebagian besar materi modul ini diambil dari beberapa artikel maupun literatur terbaru yang pada saat ini banyak digunakan dalam industri perminyakan.

Masalah pemboran (hole problems) secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :

1. Pipa Terjepit (Pipe Stuck)
2. Sloughing Shale, dan
3. Hilang sirkulasi (Lost Circulation)

http://icalestar.blogspot.com/2009/06/teknik-pemboran.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Peralatan Seismic Drilling

Peralatan yang digunakan oleh seismic drilling diantaranya adalah:

A. Mesin Power Rig
Adalah mesin pemutar bor yang digunakan pada pemboran. Mesin ini sesuai untuk melakukan pengeboran dengan kedalaman 22 sampai 30 m. Membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak. Dapat menembus batuan lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan rotari.

B. Mesin Dephi Pump
Alat ini berfungsi untuk menyedot air dan mengalirkannya ke lokasi pengeboran.

C. Mesin Mud Pump
Mud Pump berfungsi untuk menyedot air yang bercampur dengan cutting pemboran dan mengalirkannya menuju pipa bor. Lumpur ini berfungsi untuk menekan tanah agar gembur, mengangkat cutting hasil pengeboran dan melindungi mata bor agar tidak bergesekan langsung dengan batuan. Jika lubang bor sangat dalam, maka mesin mud pump dapat dirangkai secara seri untuk memperbesar tekanan.

D. King Swivel
Alat ini digunakan untuk menyambung selang dari mud pump ke pipa bor. King swivel tidak dilakukan pada pengeboran dengan menggunakan power rig dan Jackro. King swivel digunakan pada pengeboran dengan metode flushing.

E. Pipa Bor
Pipa bor berguna untuk mengalirkan air atau lumpur ke dalam lubang bor selama pengeboran. Pipa bor memiliki panjang 1,5 m dengan persambungan pada kedua ujungnya.

F. Mata Bor
Mata bor berguna untuk mengikis tanah atau batuan pada lubang bor. Pada mata bor terdapat lubang untuk mengalirkan air atau lumpur.

G. Tripus
Tripus adalah mata bor khusus yang terbuat dari intan kasar. Mata bor ini digunakan untuk menghancurkan batuan keras, tetapi tidak bisa bekerja pada batuan halus atau tanah lembut.

H. Kunci Inggris
Alat ini digunakan untuk menyambung dan melepaskan pipa bor. Selain itu juga difungsikan untuk mengangkat dan melepaskan pipa bor.

I. Fire Hose
Fire Hose adalah selang air yang digunakan untuk mengalirkan air ke tempat pengeboran.

J. Polimer
Polimer digunakan untuk menghindari terjadinya keruntuhan pada dinding lubang bor. Cairan ini digunakan dengan cara mencmpurkannya dengan air atau lumpur yang akan dimasukkan ke dalam pipa bor. Cairan ini sangat dibutuhkan terutama pada tanah yang berpasir.

K. Ginagol
Alat ini digunakan untuk menyaring air atau lumpur yang akan dimasukkan ke dalam pipa bor.

L. Lastok
Alat ini berupa pipa yang digunakan untuk memasukkan bahan peledak ke dalam lubang pengeboran. Lastok terbuat dari bahan alumunium untuk menghindari timbulnya api, yang dapat menyulut bahan peledak, akibat gesekan.

M. Dummie Load
Dummie load berfungsi untuk memeriksa kebersihan dan kedalaman lubang bor. Dummie load memiliki bentuk silinder panjang yang memiliki diameter hanya sedikit lebih kecil dari pada diameter lubang bor.

N. Daya Gel
Daya Gel adalah salah satu jenis bahan peledak yang berbentuk gel. Daya Gel berbentuk batang dengan panjang 0,25 m, diameter 3 inci, dan berat 0,5 kg. Daya Gel dikemas dalam plastik dan diberikan lapisan lilin agar terlindungi dari air. Daya Gel merupakan bahan peledak pasif karena membutuhkan stimulant dari detotator agar dapat meledak.

O. Detonator
Detonator adalah bahan peledak aktif yang berfungsi sebagai sumbu ledak. Detonator dapat meledak apabila diberikan tegangan di atas 6 volt. Proses peledakannya adalah sebagai berikut:
- Detonator dimasukkan ke dalam Daya Gel
- Kabel detonator diberikan arus listrik
- Detonator meladak akibat arus listrik tersebut
- Daya Gel meledak karena dipicu oleh ledakan detonator

P. Speedy Loader
Speedy loader berupa plastik berbentuk kerucut yang dipasang bersama Daya Gel dan detonator. Speedy loader berbentuk kerucut di pasang di bagian depan Daya Gel yang berfungsi untuk mempermudah bahan peledak untuk dimasukkan ke dalam lubang bor.

Q. O Ring
O Ring adalah cincin besar yang terbuat dari plastik untuk mengikat kabel detonator. Fungsinya adalah untuk mempermudah dalam mengambil kabel detonator yang ditanam di dalam lubang bor.
R. Anchor
Ancor adalah besi yang dipasang di bagian luar bahan peledak yang berfungsi untuk menahan bahan peledak agar tidak terdorong kelaur lubang bor.
http://duniaseismik.blogspot.com/2008/06/peralatan-seismic-drilling.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

Chelsea FC